OPINI


Indonesia Negara yang Kaya akan Budaya, Satu di antaranya Budaya Malas Membaca dan Menulis
Oleh: Noor Siti Khoiriyah

Pada hakikatnya pembelajaran adalah sebuah upaya yang disengaja dan direncanakan sedemikian rupa oleh seorang guru sehingga memungkinkan terciptanya suasana dan aktivitas belajar yang kondusif bagi para siswa. Namun, sepandai apapun guru dalam merancang sebuah pembelajaran terkadang tidaklah menentukan keberhasilan pembelajaran tersebut tanpa didukung oleh kemampuan maupun kemauan dari siswa. Berkaitan dengan siswa, salah satu permasalahan yang sering kita jumpai adalah penyakit malas.
Malas merupakan permasalahan serius yang tiap orang alammi. Salah satunya adalah malas membaca dan menulis utamanya dalam pembelajaran. Budaya malas membaca maupun menulis di Indonesia memang sudah sangat memperihatinkan. Menurut Ahmad Heryawan Gubernur Jawa Barat (Jabar) indeks budaya baca bangsa Indonesia sampai saat ini adalah 0,01%  jauh tertinggal dibandingkan dengan negara Amerika yang budaya bacanya mencapai 0,5% dan yang paling tinggi adalah Singgapura dan Hongkong yang mencapai 0,55%. Berdasarkan indeks baca tersebut dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia belum termasuk masyarakat yang lerarning society atau masyarakat belajar. Padahal menurut Tarigan, membaca merupakan fondasi awal dari sebuah proses belajar. Sedangkan menulis adalah tahap akhir dalam sebuah belajar.
Berdasarkan hal tersebut, sebenarnya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi malas membaca maupun menulis. Hal pertama adalah adanya anggapan bahwa masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat baca atau tulis, akan tetapi masyarakat tutur. Itu sebabnya di beberapa daerah di Indonesia ada kebudayaan mendongeng, yang pelakunya piawai menceritakan sesuatu sehingga tampak begiu hidup.
Tak hanya itu saja, konsep yang ditanamkan bahwa nenek moyang kita seorang pelaut bukan seorang penulis atau penutur. Padahal jika ditarik garis besar, sebelum orang mampu berbicara, maka orang tersebut pastilah harus mampu membaca. Karena dengan membaca ia mempunyai bekal informasi untuk dijadikan bahan bicara atau berfikir mengenai logika.
Kedua, membaca buku maupun menulis bukan sebuah kegiatan yang instan yang hasilnya langsung dapat dinikmati. Padahal masyarakat Indonesia lebih suka sesuatu yang langsung dapat dinikmati atau cepat saji seperti hanya makan hidangan cepat saji atau minuman dalam botol. Membaca maupun menulis adalah sebuah proses yang yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal. Bahkan menulis jauh lebih kompeks prosesnya dibandingkan dengan membaca. Karena dalam menulis harus mengalami proses rekontruksi atau penyuntingan sebelum tulisan tersebut disebar luaskan.
Meski dalam menulis menghasilkan sebuah produk yang dapat mendatangkan uang. Namun masyarakat Indonesia lebih suka menghasilkan uang atau apapun dengan jalan pintas atau instan, tanpa harus melalui proses panjang yang membingungkan.
Ketiga, orang Indonesia mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Hakikat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang bergantung kepada orang lain serta lingkungan itulah yang sangat melekap di dalam masyarakat Indonesia utamanya masyarakat Jawa yang mempunyai konsep ‘mangan rak mangan sing penting kumpul’. Konsep yang tertanam tersebut berlawanan dengan konsep membaca yang ada di masyarakat Indonesia.
Konsep membaca masyarakat Indonesia adalah konsep individualisme. Konsep di mana ketika kita membaca buku, kita dalam keadaan terpusat dengan teks bacaan yang ada di depan mata kita. Hal tersebut dapat memungkinkan kita akan mengabaikan hal-hal yang ada disekeliling ketika kita telah terbawa ke dalam dunia bacaan. Sehingga dari hal tersebut dapat memungkinan timbulnya rasa individualisme dalam diri seseorang.
Hal tersebut dapat dibuktikan di negara Perancis, Negara yang indeks bacanya cukup tinggi dari 65 negara. Di negara Perancis, ketika seseorang sedang berada dikereta atau di bus menunggu pemberhentian. Mereka sering menghabiskan waktu untuk membaca tanpa peduli orang-orang yang masuk atau pemandangan luar. Tak hanya itu, dalam budaya Barat, sejak kecil telah dibiasakan berpikir mandiri, menyatakan pendapatnya sendiri, dan menjadi dirinya sendiri. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan membaca mampu menjadikan individu menjadi lebih individualis.
Keempat, adanya konsep yang tertanam dalam alam bawah sadar masyarakat Indonesia  bahwa membaca maupun menulis merupakan pekerjaan yang elit. Selama beberapa abad masyarakat Indonesia hidup dalam penjajahan, di mana sebagian besar masyrakat Indonesia adalah rakyat jelata. Maka tak heran, kalau membaca dikaitkan dengan kebiasaan bangsa kulit putih atau kelompok sosial tertentu.
Kelima, adanya prestis dalam sebuah masyarakat bahwa seseorang yang suka membaca diistilahkan kuper atau kurang pekerjaan sehingga kekurangan teman. Dan alasan mengapa anak sekarang kurang membaca adalah karena menurut mereka membaca itu membosankan dan kurang menarik dan mereka hanya bisa melihat gambar secara visualitas dan dari berita. 
Padahal seharusnya kalau kita mau menambah ilmu, ya kita harus membaca, bukan hanya protes saja terhadap minat pembaca seperti mengatakan mereka-mereka yang suka membaca itu adalah kuper, tetapi yang terpenting adalah action, action dan terus action.
Membaca adalah merupakan investasi masa depan kita untuk meraih apa saja yang kita inginkan. Kalau kita malas membaca mulai dari sekarang, ya kita akan ketinggalan dengan orang lain dan kita akan tergolong dan terjerumus kedunia yang bernama kebodohan.
Kondisi hari kita bisa melihat bahwa jika kita perbadingkan antara perpustakaan dengan supermarket, manakalah dari dua tempat ini yang paling suka dikunjungi, maka kita harus mengakui bahwa orang akan lebih senang berkunjung ke supermarket dibandingkan perpustakaan. Mahasiswa dan pelajar yang dipandang sebagi orang yang terpelajar pun akan lebih banyak kita jumpai di supermarket dari pada di perpustakaan. 
Dari kelima faktor tersebut, hanya sering kita jumpai dalam proses belajar atau pembelajaran saja. Sedangkan dalam hal medsos budaya malas membaca maupun menulis justru bertolak belakang. Fakta membuktikan dengan adanya kemajuan teknologi orang-orang sekarang sudah dapat dikatakan kecanduan akan medsos. Seseorang lebih sering membaca status facebook, twitter, instagram maupun bbm dibandingakan dengan membaca buku yang berkaitan denegan ilmu atau pembelajaran. Tak hanya itu, orang juga lebih sering menulis status di medsos dari pada menulis catatan kecil berkaitan dengan pembelajaran atau menulis sastra.
Kenyataan tersebut membuktikan bahwa membaca dan menulis disebuah medsos jauh lebih menarik dan menyenangkan dari pada membaca maupun menulis berkaitan dengan sebuah pelajaran. Maka sudah sepantasnya jika sistem pendidikan di Indonesia mulai ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan.
Selain itu juga perlu dilakukan sebuah relovusi mental untuk mengubah budaya membaca dan menulis di Indonesia. Mengubah konsep-konsep yang telah tertanam di masyarakat Indonesia mengenai membaca dan menulis. Mengajarkan atau memulai budaya membaca dan menulis dari lingkungan terdekat dari siswa. Serta memberikan suatu pembelajaran yang menarik dan menyenangkan supaya kegiatan membaca dan menulis tidak membosankan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah pengertian membaca dan menulis serta pembelajaranya

Makalah Langkah-langkah Pembelajaran Apresiasi Drama

Bahasa Minangkabau