Bahasa Minangkabau
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Gambaran
Wilayah Minangkabau
Suku minangkabau terletak di Sumatera Barat, separuh
daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan
Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia.
Minangkabau lebih menonjol dengan ajaran agama Islam. Saat ini masyarakat
minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. penduduk
Sumatera Barat didukung oleh beberapa kelompok etnik. Etnik terbesar adalah
suku Minangkabau. Suku Minangkabau menyebar di hampir semua wilayah daratan
utama. Kelompok lainnya dalam jumlah yang lebih sedikit adalah suku Mandailing
yang banyak menghuni wilayah Pasaman, orang Jawa di Pasaman dan Sijunjung,
orang Tionghoa di wilayah perkotaan, dan berbagai suku pendatang lainnya.
Sementara itu, Kepulauan Mentawai dihuni oleh suku Mentawai.
Suku Minangkabau menempatkan perempuan pada kedudukan
yang istimewa. Tidak seperti sebagian besar suku di Indonesia yang menganut
sistem kekerabatan patrilineal (garis keturunan ayah), Suku Minangkabau di
Sumatera Barat menganut sistem Matrilineal (garis keturunan ibu). Suku
Minangkabau di Sumatera Barat merupakan suku dengan budaya Matrilineal terbesar
didunia.
B. Sejarah Bahasa Minangkabau
Perkataan Minangkabau
merupakan gabungan dua perkataan, yaitu, minang yang bermaksud “menang” dan
kabau untuk “kerbau”. Menurut lagenda, nama ini diperoleh daripada peristiwa
perselisihan di antara kerajaan Minangkabau dengan seorang putera dari negara
berjiran mengenai isu tanah. Untuk mengelakkan diri mereka dari pada berperang,
rakyat Minangkabau mencadangkan pertandingan adu kerbau di antara kedua pihak.
Putera tersebut setuju dan menonjolkan seekor kerbau yang besar dan ganas.
Rakyat setempat pula hanya menonjolkan seekor sapi yang lapar tetapi dengan
tanduk yang telah ditajamkan. Semasa peraduan, sang sapi dengan tidak sengaja
merodok tanduknya di perut kerbau yang ganas itu kerana ingin mencari puting
susu untuk meghilangkan kelaparannya. Kerbau yang ganas itu mati dan rakyat
tempatan berjaya menyelesaikan pergelutan tanah itu dengan cara yang aman.
C. Wilayah
Pemakaian Bahasa Minangkabau di Sumatera Barat
Bahasa Minangkabau adalah bahasa
yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau yang jumlah penuturnya sekitar 6
juta orang (Gerard Moussay, 1981: 9). Separuh dari jumlah penutur tersebut
tinggal di Propinsi Sumatera Barat sedangkan selebihnya tinggal di kawasan lain
di luar propinsi tersebut. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat Minangkabau
dikenal sebagai masyarakat yang suka merantau sehingga wilayah penggunaan
bahasa Minangkabau jauh melangkaui batas-batas provinsi.
Secara tradisional, wilayah
Minangkabau membentang sampai Sungai Kampar di sebelah Timur, dan masuk jauh ke
pedalaman di sepanjang Sungai Inderagiri dan Sungai Batang Hari di sebelah
Tenggara. Di sebelah Selatan, negeri itu membentang hingga Kerinci dan
Bengkulu. Bahasa Minangkabau digunakan sampai Padang Sidempuan, tempat
bermulanya wilayah Bahasa Batak ke arah Utara. Di sebelah Timur sampai
Bangkinang dan Kuantan yang berbatasan dengan Bahasa Melayu Riau. Gunung
Kerinci dan Gunung Seblat merupakan batas dengan wilayah Kerinci dan Bahasa
Rejang Lebong.
Peran dan Kedudukan Bahasa
Minangkabau Yang dimaksud dengan peran (fungsi) bahasa di dalam hubungan ini
adalah nilai pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa
dimaksud dalam kedudukan yang diberikan kepadanya. Demikian batasan yang
terdapat dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional (Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa (1977:12).

Gambar 2.1
Wilayah persebaran bahasa
Minangkabau
D. Ragam Bahasa
Minangkabau
Dalam Bahasa Minang terdapat empat
ragam bahasa, yang mempengaruhi dan sangat bergantung pada situasi dan kondisi
pada saat bahasa tersebut akan dipergunakan. Keempat ragam bahasa tersebut,
antara lain:
1.
Ragam Bahasa Adat
Ragam bahasa adat, biasanya banyak
dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan adat. Dalam ragam ini mengandung, petatah
petitih, pantun adat, mamangan dan bentuk-bentuk bahasa kias lainnya. Ragam
bahasa ini tertuang dalam pidato adat –pasambahan– para penghulu, ninik mamak,
serta tokoh-tokoh adat lainnya.
Contoh:
“…di awal
kato nan sapatah, menjadi ujuik jo makasuik, nan sarapak papeknyolah. Beliau
nan hadir di ateh rumah nanko. Indak dibilang ka diator, hanyo pambilang ka
paatok, pambilang pamuliakan sambah…”
2.
Ragam Bahasa Surau
Ragam bahasa Surau, merupakan suatu
bentuk bahasa yang banyak dipergunakan oleh para ulama. Ragam ini dapat ditemui
dalam setiap aktivitas keagamaan di surau. Perbedaannya dengan ragam bahasa
adat, ragam bahasa surau ini banyak mengandung ajaran-ajaran agama, dan juga
banyak dipengaruhi unsur-unsur serapan dalam bahasa arab.
Contoh:
“…sesuatu
barang, nan kito tamui secaro indak sengajo, itu hukumnyo dalam islam adalah
subhat. Artinyo labiah dakek kepado haram dari halalnyo. Andaikato suatu saat
kito menemukan urang nan punyo barang tersebut, heloklah kito batarus terang
kepadonyo, mintak ke ridhoan urang tasabut, Isnya Allah, Tuhan akan mengampuni
doso kito…”
3.
Ragam Bahasa Parewa
Ragam bahasa parewa. Ragam bahasa
ini dipergunakan oleh kaum muda (parewa), dalam berkomunikasi antar sesama.
Ragam bahasa ini memiliki ciri-ciri, antara lain: bahasanya sedikit kotor,
kasar, dan tak jarang juga muncul bahasa-bahasa sindiran.
Contoh:
“…apo nan ang
baok tu?” “tep oto, sia kiro-kiro nan namuah mambalinyo, yo?”“tep oto sia nan
ang cilok tu, angku lai, ndak tapikia sansai urang tuo manggadangkan ang!”
4.
Ragam Bahasa Biasa
Ragam ragam biasa, atau juga bisa
disebut sebagai bahasa Minang umum. Dikatakan biasa karena, ragam ini biasa
dipergunakan oleh masyarakat Minang dalam bertutur atau berkomunikasi. Ciri
khas dari ragam ini, yakni tidak kentaranya dialek yang dipergunakan oleh si
penutur bahasa Minang. Arti yang lebih implisit dari kondisi ini adalah ragam
inilah yang sering dipergunakan oleh orang Minang (dari berbagai daerah) dalam
bekomunikasi antar sesama orang Minang, walau pada prinsipnya mereka berbeda
daerah dan dialek.
Contoh:
“ka pai kama
angku kini?” “ambo ka pai ka rumah buya, ado paralu jo buya.” “apo makasuik ka
rumah buya, tuh”“indak ado, doh, cuman ambo dulu pernah banazar, kini ambo ka
mambayianyo” konotasi bahasa bur dilarang diucapkan untuk kondisi ini, karena
jika aturan itu dilanggar dipercaya akan ada balasan yang setimpal bagi yang
mengatakannya, saat itu juga.
Demikianlah ragam dan konotasi bahasa yang terdapat dalam bahasa
Minangkabau. Saat ini, sesuai dengan perubahan zaman, bahasa Minangkabau
berkembang ke arah yang tidak lagi memandang aturan adat tradisi. Oleh karena
itu, masalah ini sudah sepatutnya mendapat perhatian yang lebih serius,
mengingat perkembangan generasi muda Minang saat ini telah jauh dari
norma-norma budaya Minangkabau tersebut. Bahasa adalah cermin sebuah bangsa,
baik dan buruknya.
E. Ciri Karakteristik Bahasa Minangkabau
Secara
fonologi, Moussay Gerard, (1998:33) menyatakan bahwa bahasa Minangkabau
mencakupi 19 konsonan dan 5 vokal. Bahasa Minangkabau pada dasarnya tidak
mengenal abjad f dan h. Kedua huruf tersebut tergabung dalam huruf p dan a.
Disamping itu, bahasa ini juga tidak mengenal penggunaan huruf q dan z yang
dalam sehari-hari memakai huruf awal k dan j dan tidak pernah mengenal huruf x.
Akan tetapi karena pengaruh agama Islam dan hubungan antar suku bukan saja di
Indonesia, masyarakat Minangkabau mengenal penggunaan huruf q dan z seperti
terlihat dalam ucapan: qadar, qurban, zakat, ziarah dan lain sebagainya.
Huruf e yang
hampir selalu terpakai dalam Bahasa Minangkabau adalah e pepet seperti dalam
kosa kata: ameh, Aceh, kameh, mameh, bareh, areh, lapeh, leleh dan lain
sebagainya.
Sistem bunyi
dalam bahasa Minangkabau dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Bunyi
Konsonan
a. Fonem /p/
Fonem ini direalisasi dalam bahasa
Minangkabau sebagai sebuah oklusif tak bersuara, bilabial. Fonem ini lazimnya
hanya muncul di posisi awal atau tengah. Meskipun demikian dapat pula dijumpai
pada posisi akhir di dalam beberapa kata yang berasal dari bahasa asing
seperti: maaf “maaf”, sabap “sebab”. Dalam hal ini, fonem /p/ direalisasi
sebagai sebuah implosif. Contoh kosa katanya adalah sebagai berikut:
/palian´/ ‘paling’
/patan´/ ‘petang’
b. Fonem /b/
Fonem /b/
direalisasi di posisi awal dan tengah sebagai sebuah oklusif bilabial. Pada
posisi akhir, fonem itu hanya direalisasi sebagai sebuah aklusif glottal.
Identitas fonologisnya tampakdari contoh yang berikut:
/banan´/ ‘benang’
/ba?un/
‘bau’
c. Fonem /m/
Fonem /m/ direalisasi sebagai sebuah
oklusif nasal bilabial. Fonem itu dapat muncul di ketiga posisi: awal, tengah
dan akhir. Identitas fonologis /m/ terwujud dalam contoh yang berikut:
/manci?/
‘tikus’
/malam/
‘malam’
d.
Fonem /t/
Fonem /t/
direalisasi di awal dan di tengah kata sebagai oklusif tak bersuara
apikodental. Pada posisi akhir, fonem itu direalisasi sebagai sebuah oklusif
glottal seperti contoh berikut:
/tabi?/ ‘menusuk’
/lato/ ‘kotor’
e.
Fonem /d/
Fonem /d/
direalisasikan pada awal dan tengah kata sebagai sebuah oklusif bersuara
apikodental. Fonem ini muncul di posisi akhir hanya pada kata–kata yang berasal
dari bahasa asing dan direalisasikan sebagai oklusif glottal seperti contoh:
/duri/ ‘duri’
/padeh/ ‘pedas’
f.
Fonem /n/
Fonem /n/
direalisasi sebagai sebuah oklusif sengau apikodental. Fonem itu dapat muncul
pada posisi awal, tengah ataupun akhir seperti contoh:
/nanah/ ‘nanah’
/panah/ ‘panah’
g.
Fonem /c/
Fonem /c/
direalisasi sebagai sebuah oklusif tak bersuara dorsopalatal. Fonem itu hanya
dapat muncul di awal atau di tengah kata seperti contoh:
/conkon/ ‘jongkok’
/camue?/ ‘menanduk’
h.
Fonem /j/
Fonem /j/
direalisasi sebagai sebuah oklusif bersuara dorsopalatal. Fonem /j/ hanya dapat
muncul pada posisi awal atau tengah seperti contoh:
/jalo/ ‘jala’
/gajah/ ‘gajah’
i.
Fonem /n/
Fonem /n/
direalisasikan sebagai sebuah oklusif sengau dorsopalatal. Fonem itu hanya
dapat muncul di posisi awal atau tengah seperti contoh:
/namue?/ ‘nyamuk’
/na?/ ‘di sini’
j.
Fonem /k/
Fonem /k/
direalisasi sebagai sebuah oklusif tak bersuara velar. Fonem itu hanya dapat
muncul di posisi awal atau tengah. Pada posisi akhir, fonem /k/ direalisasi
senbagai sebuah oklusif glottal seperti contoh berikut:
/kaka?/ ‘kakak perempuan’
/karan/ ‘karang’
k.
Fonem /g/
Fonem /g/
direalisasi sebagai sebuah oklusif bersuara dorsovelar. Fonem /g/ hanya dapat
muncul di posisi awal dan tengah seperti contoh:
/gapue?/ ‘berlemak’
/bago/ ‘meskipun’
l.
Fonem /n/
Fonem /n/
direalisasi sebagai sebuah oklusif nasal dorsovelar. Fonem /n/ dapat berada
pada ketiga posisi: awal, tengah dan akhir seperti contoh:
/naray/ ‘jurang’
/nunu/ ‘tersedu’
F. Pola Bahasa Minangkabau
1.
Untuk setiap kata tanya hilangkan satu suku kata
terakhir
Contoh :
a.
Siapa = sia (pa)
b.
Apa = a (pa)
c.
Berapa = bara (pa)
d.
Mengapa = manga (pa)
e.
Dimana = dima (na)
Dalam bahasa minangkabau ada konsep dasar yang harus
selalu dipegang, yaitu : tidak terdapat
awalan menggunakan vokal (e) sehingga untuk setiap awalan menggunakan huruf
vokal “e” diganti menjadi (a) ,
contohnya (berapa) tidak menjadi (bera)
tetapi menjadi (bara).
Memang tidak semua kata tanya, ada beberapa kata tanya
yang tidak sesuai pola seperti
a.
Bagaimana =
baa
b.
Kapan = bilo
2.
Setiap bentuk kata yang ujung suku katanya “as”
berubah menjadi “eh”
Contoh:
a.
Lepas = Lapeh
b.
Beras =
bareh
c.
Lemas = lameh
d.
Kuras = kureh
e.
Atas = ateh
f.
Bekas = bakeh
g.
Luas = lueh
h.
Ruas = rueh
3.
Setiap bentuk kata yang ujung suku katanya “at”
berubah menjadi “ek”
Contoh:
a.
Berat = barek
b.
Karat = karek
c.
Kuat = kuek
d.
Lambat = lambek
e.
Lebat = labek
f.
Jerawat = jarawek
g.
Buat = buek
h.
Tempat = tampek
i.
Bulat = bulek
4.
Setiap bentuk kata yang ujung suku katanya”ap” berubah
menjadi “ok”
Contoh:
a.
Atap = atok
b.
Hisap = hisok
c.
Suap = suok
d.
Uap = uok
e.
Kudap = kudok
5.
Setiap kata yang ujung suku katanya “ing” ditambahkan
huruf a, menjadi “iang”
Contoh:
a.
Kucing = kuciang
b.
Anjing = anjiang
c.
Kencing =
kanciang
d.
Maling = maliang
e.
Runcing =
runciang
f.
Kambing = kambiang
6.
Setiap kata yang ujung suku katanya “ung” ditambahkan
huruf a, menjadi “uang”
Contoh:
a.
Untung = untuang
b.
Burung = buruang
c.
Hitung = hituang
d.
Kampung = kampuang
e.
Sarung = saruang
7.
Setiap kata yang ujung suku katanya “uh” ditambahkan
huruf a, menjadi “uah”
Contoh:
a.
Rusuh = rusuah
b.
Kumuh = kumuah
c.
Rubuh = rubuah
d.
Patuh = patuah
e.
Tumbuh= tumbuah
8.
Setiap kata yang ujung suku katanya “us” berubah menjadi “uih”
Contoh:
a.
Putus =
putuih
b.
Pupus = pupuih
c.
Hapus = hapuih
d.
Hembus =
hambuih
e.
Kurus = kuruih
f.
Tembus = tambuih
9.
Setiap kata yang ujung suku katanya “it” berubah
menjadi “ik”
Contoh:
a.
Sakit = sakik
b.
Pelit =
pilik
c.
Tumit = tumik
d.
Rakit = rakik
e.
Rumit = rumik
f.
Himpit = himpik
10. Setiap kata
yang ujung suku katanya “is” berubah menjadi “ih”
Contoh:
a.
Manis = manih
b.
Tulis =
tulih
c.
Baris = barih
d.
Habis = habih
e.
Gadis = gadih
f.
Kamis = kamih
11. Setiap kata
yang ujung suku katanya “ut” berubah menjadi “uik”
Contoh:
a.
Lutut =
lutuik
b.
Lumut = lumuik
c.
Rambut = rambuik
d.
Kusut = kusuik
e.
Takut = takuik
f.
Urut = uruik
g.
Belut =
baluik
12. Setiap kata
yang berakhiran “a” berubah menjadi “o”
Contoh:
a. Bunga
=bungo
b. Cinta =cinto
c. Suka =suko
d. Gula =gulo
e. Mata =mato
f. Telinga
=talingo
g. Kepala =kapalo
h. Dada =dado
i.
Ada
=ado
j.
Uka
=luko
13. Setiap
kata yang berakhiran “ur” berubah menjadi “ua”
Contoh:
a. Kubur
=kubua
b. Cukur
=cukua
c. Ukur =ukua
d. Kasur =kasua
e. Hancur
=ancua
14. Jika
ada kata terakhir dengan huruf “r” maka huruf terakhir dibuang.
Contoh:
a. Bakar
=bakar
b. Kasar
=kasa
c. Tukar
=tuka
d. Datar
=data
e. Pagar
=paga
f. Putar
=puta
G. Perbandingan Bahasa Minangkabau dengan Bahasa Lain
1. Pebandingan
Bahasa Minangkabau dengan Bahasa Sakai
Untuk
melakukan kajian terhadap hubungan Bahasa Minangkabau dan Bahasa Sakai, penulis
akan mengawali dengan membandingkan kosa kata yang relatif kalis terhadap
perubahan yang dikenal dengan kosa kata Swadesh dan menghubungkannya dengan
bahasa Proto Austronesia Purba (*PAP) berdasarkan Kamus Bahasa Proto
Austronesia Purba yang disusun oleh Otto Dempwolff (1937). Kosa kata tersebut
meliputi: nama-nama tubuh badan, bilangan (numeral), alam sekitar yang umum dan
lain sebagainya.
a.
Kata Bilangan Sederhana
Bahasa
Minangkabau
|
Bahasa
Sakai
|
Bahasa
Melayu
|
*PAP
|
Ciek
|
Satu
|
satu
|
*esa/isa
|
Duo
|
Duo
|
Dua
|
*duSa
|
Tigo
|
Tigo
|
tiga
|
*telu
|
ampek
|
Ompek
|
empat
|
*Sepat
|
Limo
|
Limo
|
lima
|
*lima
|
Anam
|
Onam
|
enam
|
*enem
|
tujuah
|
Tujuh
|
tujuh
|
*pitu
|
Lapan
|
Lapan
|
delepan
|
*walu
|
sambilan
|
sambilan
|
sembilan
|
*Siwa
|
sapuluah
|
sapuluh
|
sepuluh
|
*sa-puluq
|
Dari contoh kata bilangan di atas dapat dilihat
perubahan fonologis antara Bahasa Minangkabau dengan Bahasa Sakai yaitu sebagai
berikut:
1)
Kata bilangan ”satu” dalam bahasa Minangkabau adalah
“ciek” sedangkan dalam bahasa Sakai disebut dengan “satu”.
Dalam kamus
bahasa *PAP dinyatakan bahwa kata “satu” berasal dari kata *esa/isa. Dengan
demikian penggunaan kata “ciek” dalam bahasa Minangkabau adalah merupakan
inovasi, sedangkan penggunaan satu dalam Bahasa Sakai dipengaruhi oleh Bahasa
Melayu.
Namun Gerard
Moussay (1998: 156) mengemukakan bahwa kata “ciek” dalam bahasa Minangkabau
khususnya digunakan oleh kaum tua sementara di dalam ragam sastra sastra lama
digunakan kata ‘aso’. Dengan demikian kata /aso/ merupakan kata fosil yang
berasal dari *PAP sehingga perubahannya dapat digambarkan dalam rajah berikut
ini:
*e s a
a
s o
Sementara
perubahan bahasa dari *PAP dalam bahasa Sakai adalah merupakan inovasi dimana
pada zaman dahulu penghitungan menggunakan batu sehingga kata “satu” berasal
dari “sabatu”.
2)
Kata bilangan “empat” dalam bahasa Minangkabau adalah
“ampek” sedangkan dalam bahasa Sakai disebut dengan “ompek”.
Dalam Bahasa Minangkabau fonem /a/
direalisasi sebagai sebuah vokal tengah, rendah. Seperti halnya vokal yang
lain, fonem /a/ hanya dapat muncul pada posisi tengah dan akhir. Pada posisi
awal, fonem itu selalu didahului oleh hentakan anak tekak, meskipun dalam ejaan
tidak ditulis. Seperti dalam contoh kata “ampek” yang dapat ditranskripsikan
secara fonologis seperti: /?ampe?/.
Perubahan bahasa dari *PAP dalam
bahasa Minangkabau dapat digambarkan sebagai berikut:
*S
e p a t
Θ a
p o k
am p
e k ampek
Ternyata perubahan bunyi tidak
langsung berakhir melainkan mengalami proses perubahan dimana antar bunyi a dan
p terjadi asimilasi menjadi am sehingga terbentuk kata “ampek”.
Kata bilangan “ampek” dalam bahasa
Minangkabau berubah menjadi “ompek” dalam bahasa Sakai. Terlihat bahwa bunyi
vocal /a/ pada awal kata dalam Bahasa Minangkabau berubah menjadi vocal /o/
dalam Bahasa Sakai. Gambaran perubahan dari bahasa Minangkabau (MIN) kepada
bahasa Sakai (SAK) sebagaimana rajah berikut:
a
m p e k
(MIN)
o
m p e k
(SAK)
3)
Kata bilangan “enam” dalam bahasa Minangkabau adalah
“anam” sedangkan dalam bahasa Sakai disebut dengan “onam”.
Perubahan bahasa dari *PAP dalam
bahasa Minangkabau dapat digambarkan sebagai berikut:
*e
n e m
a
n a m
Pola perubahan yang sama dengan
contoh kata “empat” juga berlaku pada contoh kata bilangan “enam” dalam bahasa
Minangkabau dimana kata “anam” berubah menjadi “onam” dalam bahasa Sakai.
Terlihat bahwa bunyi vocal /a/ pada awal kata dalam Bahasa Minangkabau berubah
menjadi vocal /o/ dalam Bahasa Sakai. Gambaran perubahan dari bahasa
Minangkabau (MIN) kepada bahasa Sakai (SAK) sebagaimana rajah berikut:
a
n a m
(MIN)
o
n a m
(SAK)
4)
Kata bilangan “sepuluh” dalam bahasa Minangkabau
adalah “sapuluah” sedangkan dalam bahasa Sakai disebut dengan “sapuluh”.
Kata bilangan “sepuluh” dalam bahasa
Minangkabau merupakan salah satu contoh berlakunya luncuran vokalis karena
kelima bunyi vokal yang terdapat dalam bahasa Minangkabau terkadang
memperlihatkan suatu luncuran, apabila terletak di muka konsonan tertentu.
Perubahan bahasa dari *PAP dalam
bahasa Minangkabau dapat digambarkan sebagai berikut:
*s
a p u
l u q
s
o p u
l u q
s
a p u
l ua h “sapuluah”
Pada contoh di atas bunyi /o/ antara
konsonan desis s dan konsonan p menyebabkan proses perubahan bunyi /a/ menjadi
/o/ tidak terjadi. Begitu pula konsonan q berubah menjadi h karena bahasa
Minangkabau pada dasarnya tidak mengenal fonem tersebut sedangkan fokal u pada
akhir kata mengalami peluncuran sehingga bunyi /u/ berubah menjadi /ua/.
Dalam contoh di atas dapat
dijelaskan bahwa luncuran vokal tersebut berasal dari vokal asli dan berubah
menjadi bunyi /e/ pepet. Luncuran itu terutama muncul setelah fonem vokalis /i
e o u/ di muka fonem konsonantis /n/ dan setelah fonem /I u/ di muka konsonan
/? h r l /. Bunyi luncuran vokalis itu di sini ditulis dengan tanda /e:/
Dalam contoh kosa kata “sapuluah”
ini, bunyi luncuran vokalis /e:/ terjadi setelah fonem vokalis /l u/ dimuka
fonem konsonantis /h/ sehingga kata tersebut dapat ditranskripsikan menjadi
/sapulue:h/. Berbeda dengan bahasa Minangkabau, bahasa Sakai tidak mengekalkan
penggunaan bunyi luncuran vokalis karena dalam Bahasa Sakai hanya mengenal
penggunaan diftong kontras.
b.
Anggota Tubuh Badan
Bahasa
Minangkabau
|
Bahasa
Sakai
|
Bahasa
Melayu
|
*PAP
|
Kapalo
|
kapalo
|
kepala
|
|
Lihia
|
batang liu
|
leher
|
|
Abuak
|
ambuik
|
rambut
|
*buluc(31)
|
Pipi
|
palipi
|
pipi
|
|
Dai
|
dai
|
dahi
|
|
Kaniang
|
koning
|
kening
|
|
Daguak
|
daguk
|
dagu
|
|
Mato
|
mato
|
mata
|
|
Talingo
|
talingo
|
telinga
|
|
jangek/kulik
|
jangek
|
kulit
|
|
Dado
|
dado
|
dada
|
|
Pungguang
|
tulang punggung
|
punggung
|
|
Bau
|
kakapi
|
bahu
|
*baha (14)
|
Sunguik
|
misai
|
kumis
|
|
Iduang
|
idung
|
hidung
|
|
Lidah
|
lidah
|
lidah
|
|
Ati
|
ati
|
hati
|
*ataj (10)
|
Membandingkan
kosa kata anggota tubuh badan antara bahasa Minangkabau dengan bahasa Sakai
ditemukan bahwa terdapat beberapa kosa kata yang persis sama secara fonologis
yaitu: kepala, dahi, mata, telinga, kulit, dada dan lidah. Umumnya anggota
panca indera (deria) tidak terjadi perubahan berarti antara kedua bahasa
tersebut kecuali hidung. Hal ini membuktikan bahwa panca indera merupakan
angota tubuh badan yang paling tinggi frekuensi pengunaannya.
Sementara
itu anggota tubuh badan lainnya seperti: leher, rambut, pipi, kening, dagu,
punggung, bahu, kumis dan lain sebagainya terdapat perbedaan antara bahasa
Minangkabau dengan bahasa Sakai baik secara fonologis maupun morfologis.
c.
Keadaan Alam Sekitar
Bahasa
Minangkabau
|
Bahasa
Sakai
|
Bahasa
Melayu
|
*PAP
|
bulan
|
bulan
|
bulan
|
*bulan (31)
|
matoari
|
matoai
|
matahari
|
|
aia
|
ae
|
air
|
|
ujan
|
ujan
|
hujan
|
|
pasia
|
pase
|
pasir
|
|
batu
|
batu
|
batu
|
*batu (20)
|
asok
|
asok
|
asap
|
*atu (11)
|
langik
|
langik
|
langit
|
|
abu
|
dobu
|
debu
|
|
tanah
|
tanah
|
tanah
|
|
awan
|
awan
|
awan
|
|
api
|
api
|
api
|
*apuj (10)
|
luluak
|
lumpu
|
lumpur
|
|
gabak
|
mondung
|
mendung
|
|
patuih
|
pote
|
petir
|
|
danau
|
danong
|
danau
|
|
gunuang
|
gunung
|
gunung
|
|
sungai
|
sungai
|
sungai
|
*b/in/anac (17)
|
jalan
|
bakal
|
jalan
|
|
abu
|
abu
|
abu
|
|
ambun
|
ombun
|
embun
|
|
ari
|
ai
|
hari
|
2.
Perbandingan Bahasa Minangkabau dengan Bahasa Rumpun
Melayu dan yang Lain
Orang
Minangkabau umumnya berpendapat banyak persamaan antara Bahasa
Minangkabau dengan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Marah Roesli dalam Peladjaran
Bahasa Minangkabau menyebutkan pada umumnya perbedaan antara Bahasa
Minangkabau dan Bahasa Indonesia adalah pada perbedaan lafal, selain perbedaan
beberapa kata.
Contoh-contoh perbedaan lafal Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia dengan
Bahasa Minangkabau adalah sebagai berikut:
Akhiran
|
Menjadi
|
Contoh
|
a
|
o
|
nama—namo, kuda—kudo, cara—caro
|
al dan ar
|
a
|
jual—jua, kabar—kaba, kapal—kapa
|
as
|
eh
|
batas—bateh, alas—aleh, balas—baleh
|
at
|
ek atau aik
|
dapat—dapek, kawat—kawek, surat—surek,
|
ap
|
ok
|
lembap—lambok, gelap—galok, kurap—kurok,
atap—atok,
|
ih
|
iah
|
kasih—kasiah, putih—putiah, pilih—piliah
|
ing
|
iang
|
kucing—kuciang, saling—saliang,
gading—gadiang
|
ir
|
ia atau ie
|
air—aia, pasir—pasia, lahir—lahia
|
is
|
ih
|
baris—barih, manis—manih, alis—alih
|
it
|
ik
|
sakit—sakik, kulit—kulik, jahit—jahik
|
uh
|
uah
|
tujuh—tujuah, patuh—patuah
|
uk
|
uak
|
untuk—untuak, buruk—buruak, busuk—busuak
|
ung
|
uang
|
langsung—langsuang, hidung—hiduang, untung—untuang
|
ur
|
ua
|
cukur—cukua, kasur—kasua, angsur—ansua
|
us
|
uih
|
putus—putuih, halus—haluih, bungkus—bungkuih
|
ut
|
uik
|
rumput—rumpuik, ikut—ikuik, takut—takuik
|
Selain
perbedaan akhiran, imbuhan awalan
seperti me-, ber-, ter-, ke-, pe- dan se- dalam bahasa Minang
menjadi ma-, ba-, ta-, ka-, pa-, dan sa-. Contohnya meminum, berlari,
terlambat, kesalahan, penakut, dan setiap dalam bahasa Minang
menjadi maminum, balari, talambek, kasalahan, panakuik, dan satiok.
Sementara
itu, imbuhan akhiran seperti -kan dan -nya dalam bahasa Minang
menjadi -an dan -nyo. Contohnya memusnahkan dan selamanya
dalam bahasa Minang menjadi mamusnahan dan salamonyo.
Perbedaan
lainnya adalah setiap suku kata pertama
yang mengandung huruf "e" dalam bahasa Minang menjadi huruf "a". Contohnya selama dan percaya
dalam bahasa Minang menjadi salamo dan parcayo.
Persamaan
Bahasa Minangkabau dengan berbagai bahasa lain dari rumpun Melayu dapat dilihat
misalnya dalam perbandingan kosakata berikut:
Bahasa Indonesia
|
apa
|
laut
|
lihat
|
kucing
|
pergi
|
ular
|
keras
|
manis
|
lutut
|
Bahasa Minangkabau
|
apo
|
lauiʔ
|
liaiʔ/
caliaʔ
|
kuciang
|
pai
|
ula
|
kareh
|
manih
|
lutuiʔ
|
apo
|
lawik
|
liek
|
kucing
|
lalui
|
ulah
|
kehas
|
manis
|
lutuik
|
|
nama
|
lawoiʔ
|
lihaiʔ
|
mi'aw
|
pi
|
ulal
|
kras
|
maneh
|
lutoiʔ
|
Sebagai
contoh, perbedaan dapat dilihat dalam versi masing-masing dari Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia:
Bahasa Inggris
|
Bahasa Indonesia
|
Bahasa Malaysia
|
Bahasa Minangkabau
|
Universal Declaration of Human
Rights
|
Pernyataan Umum tentang Hak-Hak
Asasi Manusia
|
Perisytiharan Hak Asasi Manusia
Sejagat
|
Deklarasi Sadunia Hak-Hak Asasi
Manusia
|
Article 1
|
Pasal 1
|
Perkara 1.
|
Pasal 1
|
All human
beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with
reason and conscience and should act towards one another in a spirit of
brotherhood.
|
Semua
orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka
dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam
semangat persaudaraan.
|
Semua
manusia dilahirkan bebas dan samarata dari segi kemuliaan dan hak-hak. Mereka
mempunyai pemikiran dan perasaan hati dan hendaklah bertindak di antara satu
sama lain dengan semangat persaudaraan.
|
Sadoalah
urang dilahiaan mardeka jo punyo martabaik sarato hak-hak nan samo. Inyo
dikaruniai aka jo hati nurani, supayo nan ciek jo nan lain bagaua dalam
samangaik badunsanak.
|
Kalimat postif dan kalimat negatif
Bahasa Indonesia
|
Bahasa Minang
|
Bahasa Perancis
|
|
kalimat positif
|
Subjek + Predikat + Objek
|
Subjek + Predikat + Objek
|
Subjek + Kata Kerja + Objek/Pelengkap
|
kalimat negatif
|
Subjek + tidak + Predikat + Objek
|
Subjek + indak + Predikat + Objek + do
|
Subjek + ne + Kata Kerja + pas +
Objek/Pelengkap
|
Kalimat pertanyaan
Bahasa Indonesia
|
Bahasa Minang
|
Apa
|
Apo/A
|
Bagaimana
|
Bagaimano/Ba a
|
Berapa
|
Barapo/Bara
|
Dimana
|
Dimano/Dima
|
Kemana
|
Kamano/Kama
|
Dari mana
|
Dari mano/Dari ma
|
Mana
|
Mano/Ma
|
Siapa
|
Siapo/Sia
|
Mengapa
|
Mangapo/Manga
|
Kapan
|
Bilo
|
Kenapa
|
Dek a
|
Kalimat petunjuk
Bahasa Indonesia
|
Bahasa Minang
|
Ini
|
Iko/Ko
|
Itu
|
Itu/Tu
|
Sini
|
Siko
|
Situ
|
Situ
|
Sana
|
Sinan
|
Kalimat pengganti
Saya
|
Awak
|
Kamu
|
Ang (laki-laki)
Kaw (perempuan) |
Dia
|
Inyo
|
Bilangan
Bahasa Indonesia
|
Bahasa Minang
|
Satu
|
Ciek
|
Dua
|
Duo
|
Tiga
|
Tigo
|
Empat
|
Ampek
|
Lima
|
Limo
|
Enam
|
Anam
|
Tujuh
|
Tujuah
|
Delapan
|
Salapan
|
Sembilan
|
Sambilan
|
Sepuluh
|
Sapuluah
|
Sebelas
|
Sabaleh
|
Seratus
|
Saratuih
|
Seribu
|
Saribu
|
Silsiah keluarga
Bahasa Indonesia
|
Bahasa Minang
|
Kakek
|
Pak Gaek/Antan/Anduang/Inyiak
|
Nenek
|
Mak Gaek/Enek/Inyiak
|
Ayah
|
Apak
|
Ibu
|
Amak/Mandeh/Biyai
|
Paman
|
Mamak/Pak Tuo/Pak Angah/Pak Adang/Pak Etek
|
Bibi
|
Ante/Etek
|
Kakak laki-laki
|
Uda
|
Kakak perempuan
|
Uni
|
Komentar
Posting Komentar